Di banyak perusahaan, TI identik dengan cost center. Itulah sebabnya mengapa banyak perusahaan kini menaruh minat pada gagasan SOA (Service Oriented Architecture), yang menjanjikan pengembangan peranti lunak lebih cepat, fleksibel dan hemat biaya. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika perusahaan memutuskan untuk melangkah lebih jauh dengan SOA.
Pada dasarnya, SOA adalah arsitektur teknologi informasi yang menitikberatkan pada layanan (services), dimana komponen-komponen peranti lunak dapat digunakan kembali (reused) dan dipadukan kembali (recombined) dengan fleksibel.
Di lingkungan arsitektur peranti lunak berbasis SOA, yang memanfaatkan berbagai mekanisme standar seperti misalnya eXtensible Markup Language (XML), komponen-komponen peranti lunak itu tampil di jaringan menawarkan services, yang kemudian dimanfaatkan aplikasi-aplikasi lainnya. Alhasil, bagi departemen TI, cara ini lebih produktif. Kini mereka bisa dengan mudah mengubah atau membangun services baru tanpa harus membongkar berbagai jenis aplikasi satu per satu.
Filosofi desain peranti SOA memaksa perusahaan untuk membuat reusable service, ketimbang membuat satu aplikasi utuh. Aspek reuse atau penggunaan kembali di dalam SOA ini berdampak pada penghematan biaya, karena para pengembang peranti lunak bisa meminimalkan kode-kode software yang berlebihan, selain waktu pengembangan software juga lebih cepat. Hal ini berarti pula perusahaan bisa lebih siap merespon perubahan kebutuhan kastamer maupun rekanan usahanya.
Alan Goldstein, managing director, divisi technology risk management dan architecture, Bank of New York mengatakan bahwa SOA memungkinkan banknya memangkas 15sampai 20 persen biaya pengembangan dan pengujian aplikasi baru. Waktu pengembangannya pun bisa dipangkas 10 persen.
“Hal yang benar-benar diperhatikan manajemen dan para pengelola bisnis di tempat kami adalah bagaimana menyediakan fungsionalitas yang inovatif kepada kastamer secepat mungkin, bekualitas tinggi dan cost-effective,” ujar Goldstein.
Efisiensi semacam inilah yang menjadi daya tarik utama SOA. Tak heran jika tren SOA belakangan semakin merebak. Perusahaan-perusahaan utama di AS misalnya, kini semakin banyak yang merangkul teknologi SOA.
Perusahaan riset Forrester Research tahun lalu mengeluarkan prediksi bahwa lebih dari separuh perusahaan-perusahaan besar di AS akan menggunakan SOA mulai akhir tahun lalu. Sementara perusahaan-perusahaan yang sudah terlebih dulu memanfaatkan SOA, hampir 70 persennya berniat meningkatkan penggunaannya di masa depan.
Yang menarik, hampir separuh atau sekitar 46 persen perusahaan-perusahaan pengguna SOA tidak hanya melihat teknologi ini sebagai jalan untuk menghemat biaya belaka. Mereka percaya bahwa SOA pun berpotensi memberikan dampak strategis bagi perusahaannya, membantu memperluas partnership, terkoneksi ke kastamer dan suppliernya dengan lebih efektif, dan membuat layanan-layanan baru. IBM, salah satu penyedia teknologi SOA bahkan mengklaim bahwa sekitar dua-per tiga dari 2.700 kastamer SOA-nya menggunakan teknologi ini untuk membangun arus pendapatan baru.
Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik pun dikabarkan mulai menaruh minat pada pendekatan mutakhir pengembangan peranti lunak ini. Setidaknya itu tercermin dari hasil survei yang dilakukan Springboard Research terhadap lebih dari 2.600-an CIO perusahaan-perusahaan di sejumlah negara Asia.
Meski tingkat awareness mengenai SOA di kawasan ini relatif rendah, hanya 21 persen yang paham mengenai konsep di belakang SOA, Springboard memperkirakan tahun 2007 terjadi peningkatan pengadopsian SOA yang cukup signifikan di Asia Pasifik.
Menurut hasil riset Springboard, pasar SOA di Asia Pasifik bakal tumbuh 41 persen di tahun ini, dimana pertumbuhan ini didorong berbagai inisiatif integrasi sistem berbasis SOA dan layanan-layanan konsultasi SOA.
Selain itu, menurut Springboard, peningkatan awareness mengenai SOA, yang disertai dengan meningkatnya tekanan bagi para CIO untuk mengaitkan investasi dengan manfaat bisnis dan menekan biaya pengembangan dan penggelaran aplikasi-aplikasi dan layanan-layanan baru, juga akan mendorong lebih banyak perusahaan untuk melakukan investasi pada SOA.
Riset yang dilakukan Springboard juga mengungkap bahwa dari seluruh perusahaan yang sudah menggelar SOA, mayoritas perusahaan atau sekitar 54 persen menggunakan SOA untuk mengintegrasikan aplikasi. Faktor pendorong adopsi SOA terbesar lainnya, sekitar 27 persen perusahaan memanfaatkan SOA untuk menyediakan Web services dan aplikasi-aplikasi Web. Sementara itu, sekitar 9 perusahaan menggunakan SOA untuk melakukan integrasi data di perusahaan dan 9 persen lainnya untuk menyediakan layanan yang dapat di-share ke berbagai bagian di dalam perusahaan.
Merubah paradigma tradisional
Meski SOA menjanjikan begitu banyak manfaat bagi perusahaan, manfaat-manfaat itu tidak datang begitu saja. Di dalam inisiatif SOA terdapat perubahan lifecycle pengembangan peranti lunak tradisional, yang pada akhirnya mengharuskan perusahaan merombak departemen TI-nya. SOA juga membutuhkan koordinasi erat antara TI dan sisi bisnis perusahaan. Artinya, penyesuaian organisasional pun dibutuhkan.
Sejumlah CIO dan system architects yang telah memanfaatkan SOA dalam praktik rancang bangun peranti lunaknya mengungkapkan ada beberapa langkah yang bisa ditempuh agar SOA bisa sukses diterapkan di perusahaan.
Pertama adalah merombak departemen TI. Perusahaan perlu melihat kondisi departemen TI-nya sebelum melakukan proyek SOA. Para software developer mungkin perlu mengikuti pelatihan ulang, dan pengelola TI mungkin perlu memikirkan ulang bagaimana mengelola pembagian tanggungjawab pengembangan peranti lunak.
Menurut Toby Redshaw, corporate vice president, IT strategy, e-business and development di Motorola Inc., SOA membutuhkan perubahan paradigma yang signifikan bagi sebuah IT shop. “Konsep SOA adalah konsep yang lugas, tapi konsep ini membutuhkan learning curve yang terjal bagi mereka yang menerapkannya,” ujarnya.
Seperti telah disebutkan di atas, alih-alih membangun aplikasi yang bersifat monolitik pendekatan SOA menitikberatkan kepada komponen-komponen peranti lunak atau services yang bisa digunakan kembali. Para pengembang peranti lunak yang terbiasa pada praktik-praktik konvensional pun perlu mempelajari bagaimana memecah-mecah coding menjadi bagian-bagian kecil.
Tapi mengubah paradigma pengembang peranti lunak tidaklah cukup. Secara struktural, departemen TI juga kemungkinan perlu diubah. Dari bentuk yang lebih mencerminkan pengembangan aplikasi monolitik, menjadi struktur yang bisa memfasilitasi perancangan services. Pihak IT shop mungkin perlu membagi tugas ke berbagai tim developer yang berbeda-beda, mengingat service yang akan dibangunnya berbentuk komponen-komponen.
Langkah seperti ini ditempuh MedicAlert Foundation International, sebuah organisasi nirlaba dalam bidang kesehatan di Turlock, California, AS. MedicAlert membagi tim pengembang peranti lunaknya menjadi dua kelompok untuk mengakomodasi pengembangan services dengan lebih baik. Satu tim menangani infrastruktur security yang mengontrol siapa-siapa saja yang bisa mengakses services, sementara tim lainnya berkonsentrasi pada pengembangan core business service-nya. Jorge Mercado, manager, service-oriented architecture and software architecture group, MedicAlert beralasan seorang developer sebaiknya tidak ditugaskan untuk mengerjakan keduanya, karena skill set yang dibutuhkan berbeda.
sumber :ebizzasia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar