Kendati perhitungan JII dan LQ-45 berbeda, tapi bisa saja saham yang tergabung dalam LQ-45 juga masuk kriteria JII, begitu pula sebaliknya. Saham apa saja yang masuk dalam kriteria Jakarta Islamic Index? Sebagaimana saham yang tergolong 45 saham likuid, saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index ini juga memiliki kriteria. Bahkan kategori dan kriterianya cukup ketat. Sebab yang masuk dalam Jakarta Islamic Index adalah saham-saham yang terbebas dari unsur riba alias harus sesuai syariah.
Intinya saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index ini adalah saham-saham yang menenuhi unsur syariah. Kalau LQ-45 tidak memperhitungan unsur halal haram, JII memperhitungan hal itu. Karenanya dalam menentukan apakah sebuah saham masuk kategori syariah harus mengikutsertakan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Di samping saham-saham yang masuk kriteria JII adalah saham-saham yang operasionalnya bukan dari riba, permodalan perusahaan bukan juga dari mayoritas utang. Jadi bisa kita katakan bahwa saham-saham yang tergabung dalam JII ini adalah saham-saham yang pengelolaan dan manajemennya terbilang sudah transparan dan sudah memenuhi prinsip corporate governance. Karenanya jangan heran kalau sepanjang keberadaannya saham-saham syariah yang tergabung dalam JII adalah saham yang memberikan keuntungan cukup atraktif. Emiten apa saja yang bisa masuk kriteria saham JII? Sebenarnya seluruh saham bisa masuk JII kecuali saham yang pendapatannya tidak melanggar syariat Islam. Dalam penilaiannya kriteria saham JII atau saham syariah ini, tiap periode selalu berubah. Periode "perubahan" saham JII enam bulan sekali.
Jadi bisa dibayangkan demikian ketatnya emiten atau saham yang akan masuk kategori perhitungan JII ini. Namun bukan berarti saham syariah hanya sebatas 30 emiten yang ada di JII itu saja. Sebab hingga Mei 2008 lalu, setidaknya Bapepam-LK telah mengeluarkan daftar efek syariah untuk saham sebanyak 180 efek syariah dengan jenis saham yang dikeluarkan oleh emiten yang tercatat di bursa efek, lima efek syariah dengan jenis saham perusahaan publik, serta tiga efek syariah dengan jenis saham dari emiten yang telah di delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Penentuan bagi 180 efek syariah itu penyusunannya berdasarkan laporan keuangan, laporan tahunan emiten serta data pendukung lainnya.
Lantas apakah instrumen syariah di pasar modal hanya sebatas pada saham-saham yang masuk dalam ketegori JII itu. Jawabnya jelas tidak. Sebab, di samping produk syariah yang berbasis saham, produk syariah di pasar modal juga ada obligasi. Namanya obligasi syariah. Untuk obligasi syariah ini ada banyak jenisnya ada yang ijarah bagi obligasi yang diterbitkan perusahaan swasta, dan ada sukuk untuk obligasi yang diterbikan oleh pemerintah. Daftar Efek Syariah baru yang diterbitkan Bapepam Mei 2008 lalu meliputi 20 efek syariah dengan jenis sukuk/obligasi syariah. Jadi untuk obligasi syariah jumlahnya cukup banyak. Kriteria penilaian efek syariah yang berbentuk obligasi ini juga cukup ketat, dengan pedoman utama adalah tidak riba dan selalu sesuai dengan prinsip syariah Islam. Ibaratnya untuk masuk kriteria syariah harus dipastikan dulu bahwa operasional perusahaan sesuai dengan syariah, sehingga lebel produk investasi halal baru bisa dipasang. "Pemasangan lebel halal" pada obligasi syariah ini periodesasinya juga enam bulan dengan catatan bisa berubah sewaktu-waktu tanpa menunggu masa enam bulan berakhir. Dan tiap kali menerbitkan daftar baru, Bapepam-LK akan mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DSE). (tim bei) (//mbs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar