Sudah menjadi wacana umum bahwa kompensasi dan benefit merupakan alat untuk mendapatkan dan mempertahankan karyawan terbaik di perusahaan. Meskipun ada faktor lain yang menjadi pertimbangan karyawan untuk loyal di suatu tempat, tidak dipungkiri bahwa kompensasi yang menarik merupakan salah satu alasan bagi karyawan untuk bertahan. Hasil survei WorkAsia 2007/2008 yang sempat dirilis konsultan sumber daya manusia (SDM), Watson Wyatt, menyimpulkan, pendorong utama keterikatan karyawan di perusahaan adalah fokus kepada pelanggan, kompensasi dan benefit, serta komunikasi.
Bagaimana tren kompensasi dan benefit di 2009? Di tengah kondisi ekonomi yang sedang mengalami stagflasi, Managing Consultant Watson Wyatt yaitu Lilis Halim mengungkapkan, tren kompensasi tahun ini relatif stabil. Artinya, tetap mengikuti perkembangan inflasi di Indonesia, meski ada kecenderungan di perusahaan untuk menekan kenaikan gaji. Akan tetapi, lanjutnya, perusahaan lebih agresif dalam memberikan variable pay, seperti bonus atau insentif.
Lilis menjelaskan, saat ini perusahaan lebih mengutamakan key talent (karyawan kunci) dalam sistem kompensasi. Hal ini karena krisis ekonomi tidak hanya berdampak pada penurunan bisnis (slow down in business), tetapi juga mengakibatkan peningkatan biaya operasional dan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan strategi dalam sistem kompensasi yang dapat mengatasi ketidakcukupan talent (insufficient supply of talent) di pasar yang bisa menyebabkan penurunan kinerja perusahaan.
Sehubungan dengan itu Lilis menyarankan agar perusahaan dan karyawan sama-sama siap dalam menyikapi tren kompensasi yang berbasis kinerja. “Perusahaan harus siap dengan sistem manajemen berbasis kinerja yang berhubungan langsung dengan skema reward atau kompensasi,” ujarnya. Demikian pula karyawan, Lilis menambahkan, harus siap menghadapi perubahan budaya berdasarkan kinerja, sehingga diharapkan keduanya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. “Komunikasi yang teratur dan terbuka antara perusahaan dan karyawan mengenai sistem kompensasi dan benefit juga diperlukan untuk menghindari terjadinya demotivasi,” tuturnya.
Menurutnya, strategi kompensasi dan benefit di banyak perusahaan di Indonesia masih mengutamakan untuk menarik (attracting) dan mempertahankan (retaining) karyawan. Tentunya ini dilihat berdasarkan ukuran kinerja karyawan yang bagus (high performing) dan berpotensi tinggi (high potential).
Apalagi pertumbuhan ekonomi saat ini sedang sulit sebagai dampak dari krisis ekonomi global, menyebabkan perusahaan harus memikirkan cara untuk menekan biaya, namun tetap bisa meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk itu, Lilis menegaskan, yang kini menjadi perhatian utama perusahaan adalah karyawan-karyawan berprestasi dan berpotensi bagus (high performance and high potential employees). Faktor-faktor inilah yang menyebabkan tren kompensasi dan benefit bergerak ke arah berbasis kinerja (performance-based).
“Kompensasi dan benefit dapat memotivasi karyawan dan meningkatkan produktivitas kerja,” ujarnya mengakui. Lilis berani memastikan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara tingkat kompensasi di Indonesia dengan negara-negara Asia lainnya. Diungkapkannya, hampir semua negara di Asia Pasifik menurunkan budget salary increase di tahun ini sebagai akibat krisis ekonomi global. “Kompensasi berbasis kinerja kini menjadi tren di negara-negara Asia Pasifik,” katanya memastikan.
Menurut Lilis, tren kompensasi makin bergeser kepada sistem bonus atau insentif (variable pay) sehingga bisa menekan biaya kompensasi yang bersifat tetap (fixed cost). Sistem bonus atau insentif yang berdasarkan kinerja karyawan pun bersifat self funding. Maksudnya, besaran bonus atau insentif disesuaikan atau tergantung dengan besarnya pencapaian kinerja perusahaan. Sistem seperti ini diharapkan dapat memacu semangat karyawan untuk lebih meningkatkan kinerjanya.
Sementara itu, untuk tren benefit, Lilis mengungkapkan, pemberian tunjangan relatif tidak ada peningkatan yang signifikan karena perusahaan membatasi biaya pengeluaran. Menurutnya, sebagian perusahaan sudah memikirkan untuk memberikan benefit yang dihitung berdasarkan kinerja. Misalnya, memberikan kredit dengan tingkat bunga (interest rate) yang lebih rendah kepada karyawan yang berprestasi. Lagi-lagi, ia menegaskan, hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kinerja karyawan.
Human Resources Director Sinarmas Agribusiness and Food Michael Adryanto mengakui, pemberian kompensasi (bonus) dapat mendongkrak motivasi kerja karyawan, sehingga kinerja perusahaan pun meningkat. “Untuk pemberian bonus, kami menggunakan sistem manajemen kinerja (performance management), di mana unit kerja maupun karyawan memiliki target yang disusun di awal periode penilaian, dan hasilnya dikaji secara formal di pertengahan dan di akhir periode,” tuturnya menjelaskan.
Senada dengan Michael, Manajer Kompensasi dan Benefit PT Danone Indonesia Joko Purwanto mengungkapkan, dalam menentukan kenaikan gaji karyawan perlu mempertimbangkan penilaian prestasi (performance appraisal), selain melihat faktor kenaikan upah minimum provinsi (UMP), kenaikan biaya hidup, dan kemampuan perusahaan (affordability). “Yang membedakan kenaikan gaji antara karyawan satu dengan lainnya adalah hasil penilaian kerja yang bersangkutan. Karyawan dengan performance result excellent tentu berbeda kenaikan gajinya dengan karyawan yang average,” katanya menandaskan.
Lilis mengatakan, perusahaan tidak akan segan memberi kenaikan gaji yang cukup tinggi untuk SDM di posisi kunci (key positions). “Posisi kunci sangat terbatas suplainya di pasar, sehingga terjadi persaingan antarperusahaan untuk mendapatkan SDM tersebut,” katanya. “Misalnya, posisi dealer di divisi treasury bank, relationship manager, engineer seperti drilling, resevoir, atau geologist/geoscientist di sektor minyak, serta bagian penjualan dan pemasaran di sektor-sektor tertentu,” ungkap Lilis menyebut beberapa posisi kunci yang saat ini sangat dibutuhkan.
Diakui Lilis, beberapa perusahaan menurunkan bujet kenaikan gaji di 2009. Namun demikian, lanjutnya, beberapa posisi penting, juga karyawan yang memiliki prestasi atau potensi tinggi tetap bisa menikmati kenaikan gaji cukup tinggi.
Untuk itu, menurutnya, penting bagi perusahaan untuk merumuskan skala upah sebagai parameter dalam pendistribusian gaji kepada karyawan sesuai level atau tingkatannya. Skala upah juga bisa digunakan sebagai pedoman untuk menentukan besarnya gaji pada saat merekrut karyawan baru, promosi, maupun kenaikan gaji berdasarkan penilaian kinerja (performance based increases).
Lilis menyebutkan, setidaknya ada dua faktor yang biasanya menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan skala upah, yaitu faktor internal (level/tingkat atau grading dari posisi-posisi yang ada di perusahaan) dan faktor eksternal (data pasar untuk menentukan gaji yang kompetitif). Pada umumnya, skala upah disesuaikan atau di-review tiap dua atau tiga tahun sekali berdasarkan pergerakan biaya hidup (Cost of Living) dan pergerakan upah di pasar.
Sumber : potalhr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar